Ditengah kesibukan kita sehari-hari, apakah kita pernah meluangkan waktu untuk mengucap syukur atau kita hanya mengeluh ketika keinginan kita tidak terwujud?

Saya termasuk orang yang suka mengeluh, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Saya menyadari dan mengakui itu. Hal-hal yang seharusnya saya syukuri malah kadang-kadang saya sepelekan secara tidak sadar, seperti makanan yang tersedia dalam keseharian saya. Saya mengeluh dengan makanan yang tidak saya sukai dan melupakan bahwa begitu banyak orang di dunia ini yang mengalami krisis pangan/kelaparan yang mendambakan makanan yang tidak saya sukai tersebut demi kelangsungan hidup mereka.
Seringkali dalam kesibukan kita mengejar kebutuhan duniawi membuat kita lupa untuk bersyukur. Begitu banyak hal yang bisa kita syukuri, tetapi kita sepertinya lebih suka mengeluh. Saya teringat akan perkataan seorang teman yang mengatakan bahwa hidup jangan selalu melihat mereka yang ada diatas kita, tetapi juga melihat mereka yang posisinya dibawah kita. Melihat ke atas akan membuat kita merasa iri karena kehidupan mereka sepertinya sangat menyenangkan dengan gaya hidup yang mewah. Ada yang mengatakan rasa iri adalah hal yang baik karena dapat memotivasi dalam pekerjaan kita untuk mencapai kesuksesan. Menurut saya, tidak ada salah kalau dapat mengubah rasa iri ini menjadi motivasi dalam bekerja. Yang saya takutkan adalah dampak negatif dari rasa iri ini karena dapat membuat kita cenderung lupa untuk bersyukur atas apa yang kita miliki. Sebaliknya, melihat ke bawah akan membuat kita lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan mengasah empati serta menyadarkan kita betapa kita seharusnya bersyukur dengan apa yang kita miliki. Bayangkan jika anda berada diposisi mereka yang tinggal di zona peperangan atau sedang terbaring lemah dikasur karena suatu penyakit, maka saya yakin anda pasti akan mendambakan kedamaian dan kesehatan lebih dari apapun.
Belajar untuk senantiasa bersyukur memang bukanlah hal yang mudah, apalagi ketika kita mengalami hari yang buruk. Kita bahkan terkadang lupa untuk bersyukur ketika kita sedang bersukacita. Saya teringat dua kisah didalam kitab injil mengenai rasa syukur dengan dua situasi yang berbeda. Yang pertama adalah tentang sepuluh orang kusta yang disembuhkan oleh Yesus dalam Lukas 17:11-19. Kisah ini menceritakan ada sepuluh orang kusta yang meminta Yesus untuk menyembuhkan mereka. Tetapi ketika mereka disembuhkan, hanya ada satu orang diantara mereka yaitu orang samaria yang kembali lalu tersungkur dihadapan Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya.
Kisah kedua terdapat didalam injil Markus 12:41-44 yang menceritakan seorang janda miskin yang memberikan seluruh hartanya sebagai persembahan kepada Tuhan. Persembahan itu adalah bukti nyata ungkapan rasa syukur atas berkat yang telah ia terima. Didalam kisah ini terdapat juga orang-orang yang menyombangkan diri karena telah memberi persembahan dalam jumlah yang besar. Tetapi Yesus melihat hati manusia dan Dia tahu siapa yang memberi dengan tulus dan penuh syukur, dan siapa yang memberi dengan maksud agar ia dihormati dan menjadi terpandang.
Markus 12:43-44
Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka:"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."
bersyukur bisa dikatakan sebagai proses pembelajaran yang perlu dilakukan secara terus-menerus dan konsisten. Dimana, hal ini juga baik adanya untuk membantu pertumbuhan iman kita dan mengubah pandangan hidup kita menjadi lebih positif. Seperti orang samaria yang kembali kepada Yesus ketika ia mendapatkan berkat kesembuhan atau janda miskin yang tetap memberi persembahan walaupun serba kekurangan, kita pun bisa senantiasa bersyukur dikala senang maupun susah.
Tuhan Yesus memberkati.
Comentários